Sudahkah Anda mendapatkannya?

Politeknik UBAYA menyediakan tautan link-link menarik yang bisa menjadikan seseorang sedikit demi sedikit menjadi pribadi yang lebih baik. Berikut linknya:

Facebook POLITEKNIK UBAYA

Berikut ini bacaan menarik bagi mereka yang selalu bertanya kenapa aku harus kuliah atau sekolah kalau kenyataannya kadang ilmu yang didapat juga akhirnya hanya terpakai sedikit. Clik di sini.

 

Kuliahlah untuk bisa memiliki pemikiran lebih untuk kemajuan bangsa tercinta.

 Menggerek SDM Indonesia

Bicara Indonesia, bangsa tercinta ini, masih banyak ironi yang menyertai. Kaya akan sumber daya alam (SDA), ternyata tak didukung dengan kekayaan sumber daya manusia (SDM). Secara jumlah memang banyak, sudah melewati angka 220 juta kepala. Tetapi dari segi kualitas, nyawa yang banyak itu lamban berkembang menjadi manusia yang berkualitas.

Jangankan untuk bersaing secara global, secara kawasan pun Indonesia tercecer. Untuk kawasan ASEAN, Indonesia masih kalah berkualitas dibandingkan Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Philipina. Indonesia hanya berada di urutan kelima *(Baca: Hanya di Urutan 124).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai jumlah penduduk yang sangat banyak, bahkan terbanyak ke-5 di dunia, tetapi jarang penduduk Indonesia yang dapat menyamai prestasi yang sama seperti penduduk di negara lain.

Inilah lemahnya bangsa Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, tetapi masih kurang di sumber daya manusianya. Jadi sangatlah penting sumber daya manusia yang berkualitas bagi semua orang. Penduduk Indonesia masih belum mengerti banyak tentang pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas itu.

Sumber daya manusia yang berkualitas memberikan pengaruh yang sangat baik apabila dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Manfaat yang baik akan berguna bagi diri kita, masyarakat, dan negara. Apabila kita mencari pekerjaan atau membuat lapangan pekerjaan sendiri, kita bisa melihat dari kelebihan dan kemampuan yang kita miliki dari sumber daya kita. Hal ini dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada di negara kita. Jadi sangatlah penting sumber daya manusia itu bagi kehidupan kita.

Memang, Indonesia memiliki tunas-tunas bangsa yang menonjol di sejumlah olimpiade ilmu pengetahuan. Kerap menang, dan mengharumkan nama bangsa. Tapi, sayangnya, kondisi itu kerap terantuk ketika tunas-tunas itu coba berkembang. Tak sedikit dari mereka malah mekar di negara lain.

Tak hanya itu, ada semacam pameo bahwa orang Indonesia itu malas belajar. Malas mengeyam pendidikan, mudah putus asa, dan tidak mau berupaya. Akibatnya, ketika masuk bangku sekolah hanya berupaya mencari gelar atau titel, bukan berupaya untuk menguasai ilmu. Hal itu bisa dilihat dari lulusan SMA, SMK, dan Sarjana tetapi tidak memiliki pekerjaan. Kalaupun bekerja, pilihannya hanya mau yang mudah dan penghasilan besar.

Seperti lupa bahwa untuk mendapat penghasilan besar sesuai keinginan bisa didapat dengan cara bekerja keras dan tawakal. Kondisi itu sangat mungkin terjadi dan terpelihara belakangan ini karena banyak contoh di panggung politik maupun media massa, bahwa untuk punya banyak duit, sukses di mata masyarakat, cukup jadi pegawai negeri sipil (PNS) atau politisi. Kalau pun nanti terkena masalah hukum, bukan sesuau yang memalukan sebab contohnya banyak orang kaya memang berada di dalam penjara.

Bagi yang tidak beruntung mengais rejeki di negeri sendiri, pilihannya ada di luar negeri karena banyak Negara yang mau menampung manusia dengan kualitas rendah. Menjadi apa? Ya, pembantu dan buruh kasar. Tidak butuh pendidikan tinggi, tapi pendapatannya tak kalah dibandingkan sarjana strata satu yang bekerja di Indonesia.  Maka berbondong-bondonglah manusia Indonesia menjadi TKI.

Bukan pekerjaan mudah mengubah mindset manusia Indonesia. Bahwa hidup itu bukan semata cari duit, makan, tidur. Hidup itu dijalani dengan kebahagiaan yang diperoleh dengan cara terbaik dan berkualitas dengan mengeyam pendidikan dan berusaha keras. Bahwa dalam hidup itu harus punya keahlian (skill). Semakin banyak keahlian yang dimiliki semakin bagus.

Nah, keahlian itu tidak didapat dengan hanya menunggu, bermain-main atau diam saja. Keahlian itu tidak turun serta merta dari langit. Keahlian itu diperoleh dan dienyam dari stuktur pendidikan yang jelas secara formal maupun informal. Setelah diperoleh pun wajib diasah terus menerus agar semakin ahli.

Menciptakan manusia berkualitas bukan semata tanggung jawab pemerintah. Yang terpenting adalah diawali dari keluarga. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Semua itu diawali di rumah, dengan keluarga. Jika terlahir tanpa keluarga, tanggung jawab terbesar tentu ada di tangan manusia dewasa.

Untuk itulah, dibutuhkan kepedulian individu hingga tingkatan kelompok terbesar untuk peduli bahwa masing-masing manusia membawa tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pribadi dan menyokong peningkatan kualitas manusia lain.

Hindari memberikan contoh tentang kemewahan yang bisa diperoleh dengan instan. Kemajuan bangsa membutuhkan kerja sama dari semua elemen. Atas nama bangsa, tak mungkin bisa dilakukan sendiri-sendiri. Seorang manusia berkualitas itu tak akan berguna andai tak peduli terhadap kondisi sekeliling. Tak akan berguna kalau hanya berkualitas, karena sebagai makhluk sosial, manusia selalu memberi contoh, “menularkan” dan berusaha mencapai kebaikan secara bersama-sama.

*Hanya di Urutan 124

Sebagai Negara dengan wilayah yang besar dan jumlah penduduk yang banyak pula, Indonesia menjadi ‘tatapan’ banyak pihak. Keindahan dan kekayaan alamnya membuat banyak Negara ‘ngiler’. Tapi sayangnya, entah kenapa sumber daya manusia (SDM) Indonesia tak bisa berada di urutan ‘5 Besar’ layaknya ukuran Negara dan jumlah penduduk?

Belum lama ini, United Nations Development Programme (UNDP) merilis Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia 2010. Indonesia berada di urutan 124 dari 187 negara. HDI Indonesia berada di level medium human development. Indeks hanya mengalami kenaikan tipis 0,617 di tahun 2010.

Kondisi itu membuat kualitas Indonesia berada di urutan ke-5 di wilayah Asia Tenggara. Singapura merupakan Negara di Asia Tenggara yang menduduki peringkat pertama untuk manusia berkualitas dengan nilai HDI 0,866. Posisi kedua ditempati Brunei Darussalam dengan nilai 0,838, diikuti Malaysia dengan HDI 0,761, Thailand dengan nilai 0,682, dan Filipina dengan nilai 0,644. Indonesia hanya unggul jika dibandingkan Vietnam yang memiliki nilai HDI 0.593, Laos dengan nilai 0,524, Kamboja 0,523, dan Myanmar dengan nilai IPM 0,483.

Menanggapi laporan UNDP itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana kepada  pers menjelaskan pemerintah terus berupaya mengejar ketertinggalan HDI Indonesia dengan negara lain, minimal dalam satu kawasan. “Memang bukan pekerjaan mudah meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Apalagi manusia Indonesia memiliki banyak jumlah warga. Namun bukan berarti tidak mungkin,” tukasnya.

Menteri Armida kemudia menjelaskan, Pemerintah akan all out memperbaiki kualitas itu dengan berbagai upaya. “Yang pasti pemerintah akan melakukan secara optimal. Soalnya, hanya dengan kerja keras, kualitas SDM kita bisa diperbaiki, katanya seraya menambahkan, upaya perbaikan kualitas itu akan dilakukan secara bertahap dan langkah pertama adalah meningkatkan kualitas SDM Indonesia agar tidak tercecer untuk kawasan ASEAN terlebih dulu.”

HDI disusun berdasarkan pencapaian pembangunan manusia pada suatu negara dalam tiga dimensi dasar yang tercermin dalam taraf pendidikan, kesehatan, serta kemampuan daya beli. Indeks kesehatan 0,779, Indeks kesehatan 0,584, dan indeks pendapatan 0,518. Melihat kondisi itu, menjadi juara Sea Games 2011 terasa ‘menyakitkan’, karena secara kesehatan, pendapatan dan pendidikan ternyata Indonesia bukanlah juara. Indonesia masih terus berjuang, entah sampai kapan untuk menjadi juara, walau hanya di kawasan ASEN. (*tim)

  Sumber: QualityAction no 2 Tahun I edisi Desember 2011

 

Bahwa SDM Indonesia masih tercecer secara global maupun kawasan ASEAN, itu adalah kenyataan yang harus DIPERBAIKI secara bersama. Memalukan?

Tak perlu malu dengan kenyataan itu. Malu hanyalah persepsi yang malah menimbulkan keengganan untuk berkembang. Sudah selayaknya ‘malu’ digunakan sebagai stimulan untuk melakukan perbaikan agar di tahun-tahun mendatang, kualitas manusia Indonesia terus membaik dan menjadi yang PALING BERKUALITAS di Asia Tenggara, Asia hingga seluruh penjuru dunia. (*)