Sudut Pandang Mata Terhadap Pajak
“Dibenci namun Dibutuhkan”
Pada saat ini pajak sering dikaitkan dengan uang dan korupsi. Pada dasarnya pajak adalah salah satu dari sekian sumber pendapatan negara yang nantinya akan dikelola untuk menjalankan ‘kehidupan negara’. Namun karena sifatnya yang dapat memaksa dan merupakan ‘kontribusi wajib’ setiap warga negaranya, pajak menjadi salah satu kebijakan yang tidak disukai masyarakat luas khususnya di Indonesia. Terlebih banyak aparat-aparat perpajakan yang sering menyalahgunakan wewenangnya dalam pengolahan hasil/pemungutan pajak. Hal tersebut kemudian menimbulkan persepsi negatif di masyarakat. Pajak menjadi ‘momok’ dan dibenci.
Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa pajak adalah sumber penghasilan terbesar bagi negara. Tanpanya kehidupan negara tidak akan bisa berjalan dengan baik karena penerimaan dari sektor pajak mengisi lebih dari 80% penghasilan negara. Andai saja tidak ada penerimaan dari sekor perpajakan, maka kehidupan Negara Indonesia tidak akan berjalan dengan baik.
Pada dasar hukumnya, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Dalam kesempatan kali ini saya sebagai pelajar SMA hanya ingin sedikit membahas pengertian pajak dalam kasat mata masyarakat tentang pajak, dan dalam pembahasan kali ini saya bagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:
A. Kelompok masyarakat yang mengerti akan pajak
Bagi sekumpulan masyarakat yang mengerti akan penggunaan pajak berikut adalah pengertian dan pandangan pajak menurut mereka:
- Pajak adalah pendapatan negara untuk pembangunan yang berasal dari rakyat untuk rakyat (mahasiswa T. Informatika)
- Pajak sumber pendapatan negara untuk membangun fasilitas-fasilitas umum (ibu rumah tangga)
- Pajak adalah iuran paksa dari masyarakat karena diatur oleh Undang-Undang yang katanya akan dipergunakan untuk kepentingan rakyat (mahasiswa Hukum)
- Pajak dalam dunia ekonomi adalah pendapatan untuk negara dan dalam agama pajak adalah zakat untuk negara yang diatur oleh ayat (UU) – (mahasiswa Ekonomi)
- Pajak adalah salah satu instrumen dari pemerintah untuk gain fund (mendapatkan dana) dari segala kegiatan ekonomi yang terjadi dalam wilayah suatu negara. Pajak berfungsi besar dalam APBN, termasuk di dalamnya infrastruktur development, human development, dan gaji aparat. Semakin bagus penarikan dan PENGELOLAAN pajak semakin surplus benefit suatu negara yang bisa dilihat secara kasat mata dari infrastruktur development-nya. Penarikan dan pengelolahan pajak yang amburadul bisa berakibat fatal (contoh: krisis di Greece dan banyak contoh di Indonesia). Pengelolahan pajak yang terpercaya dari pemerintah dapat meningkatkan “trust” dari tax payer sehingga mereka mau membayar bila pajak sering diselewengkan dan “trust” akan hilang. Akhirnya pemasukan pajak kurang dan pemerintah bisa difisit, jadi “TAX MANAGEMENT” dari goverment dan “trust” dari tax payer sangat mempengaruhi satu dan lainnya.
B. Kelompok masyarakat awam akan pajak
Jika masyarakat umum yang masih awam tentang pajak dimintai pendapat tentang pajak, mungkin sebagian besar dari mereka akan menjawab bahwa pajak adalah sesuatu yang negatif yang hanya akan menambah beban hidup mereka yang memang sudah berat. Karena mereka masih belum paham akan pajak itu sendiri, pengenaan pajak, pihak-pihak penanggung pajak, dan alokasi pajak dalam negara Republik Indonesia. Akibat dari sempitnya pengetahuan masyarakat akan pajak maka masyarakat enggan untuk membayar pajak. Seperti contoh demikian:
Pajak: paksa bayar tapi dikorupsi orang dalam, yang ada hanya tanggapan negatif tentang pajak.
Semua pengertian yang negatif, jadi menurut saya sangat penting sekali melakukan penyuluhan terhadap orang awam, dari tata cara pemungutan hingga hasil nyata yang di dapatkan dari pajak.
Dalam pembahasan di atas dalam kebenarannya Pendapatan Keuangan Negara salah satunya adalah melalui pajak, pajak dikelola oleh DJP (Direktorat Jenderal Pajak). DJP sebagai otoritas pajak hanya mengelola sistem perpajakan, tidak menerima uang pajaknya karena uang pajak langsung disetor lewat Bank sesuai dengan nilai SPT wajib pajak, jadi dari mekanisme ini tidak ada celah adanya pengkorupsian uang pajak oleh ‘oknum’ pegawai pajak.
Selanjutnya, uang pajak yang masuk merupakan uang kas negara yang akan dipergunakan untuk kepentingan umum, pembangunan, dan juga dana pemerintah untuk melakukan suatu kebijakan, yang tentu saja alokasinya harus melalui mekanisme RAPBN, dan akan berubah menjadi APBN jika usulan pemerintah ini disetujui oleh DPR.
Berikut data yang saya peroleh mengenai pendapatan negara sebagian besar yang masih bergantung pada pendapatan di sektor pajak. Untuk itu Direktorat Jendral Pajak (DJP) sebagai pengemban tanggung jawab terus berbenah diri. Dan saat ini, DJP telah mampu membuktikannya. dengan berbagai inovasi dan kebijakan serta peraturannya, DJP telah menjawab ‘tantangan itu’.
Mulai dari reformasi organisasi, amnesty policy (sunset policy), hingga ekstentifikasi dan intentifikasi. Usaha-usaha tersebut telah berbuah manis. Penerimaan pajak pada 2006 dari 407 T menjadi 839 T di tahun 2011. Kenaikan presentase penerimaan pajak pada 2006 terhadap APBN sebesar 61%, dalam 2 tahun menjadi 67% di 2008, walau sempat menurun menjadi 66% di 2009 dan 2010, pada 2011 kembali meroket menjadi 70%.
Pesatnya kenaikan angka persentase tersebut menunjukkan makin strategisnya pajak sebagai sumber dana negara. Padahal kita tahu lima tahun terakhir sampai hari ini adalah masa sulit ekonomi dunia yang menghasilkan rembesan ke dalam negeri. Prestasi penerimaan ini juga berkontribusi besar pada turunnya tingkat utang (debt to GDP) kita. Dengan cicilan utang yang dilakukan secara rajin dan disiplin – dibayar dari hasil pendapatan pajak – rasio utang turun secara drastis dari 47,3% menjadi hanya 26% tahun ini dan diproyeksi 24% tahun 2012. Tingkat utang (baca: ketergantungan) ini masuk ke dalam batas bawah kategori sangat aman menurut standard IMF dan Bank Dunia. Secara matematis, menurunnya rasio utang kita dan menaiknya rasio pajak terhadap PDB akan menghasilkan postur anggaran belanja yang semakin sehat dan mandiri. Apalagi jika rasio utang negara di bawah 10 persen dalam lima tahun mendatang maka dana hasil penarikan pajak dapat digunakan lebih leluasa untuk belanja yang produktif.
Melihat dengan jelas fakta yang berbicara di atas semua tuduhan miring akan pajak. Untuk saat ini, pajak mungkin masih menjadi dilema publik karena tidak sedikit orang yang berprasangka buruk bahkan membenci pajak. Namun, harapan terwujudnya masyarakat yang cerdas dan bijak akan pajak terus berlanjut. Dan hal tersebut sedang direalisasikan bukan hanya dengan penyuluhan ataupun ceramah-ceramah. Itu semata-mata untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang paham dan mencintai pajak. “Bayar pajak awasi penggunaannya.“
Berikut ini artikel yang berhasil memenangkan juara 2 dan 3.