Selamat Pagi! Good morning! Ohayou gozaimasu! Kenalkah Anda dengan semua kata ini? Yup, sebenarnya kata-kata ini memiliki satu arti dan kegunaan yakni untuk menyapa, hanya saja berasal dari budaya yang berbeda. Bahasa merupakan salah satu komponen dari budaya.
Berbicara tentang budaya tak ada habisnya. Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa ini saja memiliki beragam bahasa, adat istiadat, dan pakaian. Jika melihat ke kancah internasional, budaya antar satu sama lain pasti beraneka ragam.
Mengenal budaya negara lain dapat menjadi kunci sukses kelak. “Berbisnis dapat sukses jika mengetahui budaya partner kerja. Sebenarnya orang seperti apa klien itu, misalnya orang yang lebih menyoroti sikap atau perkataan,” ungkap Drs Singgih Widodo L M Pd pada anak didiknya. Nah, menilik belajar budaya itu penting, prodi Bahasa Inggris Bisnis Poltek Ubaya bertukar cerita dengan mahasiswa asing dari University of Oklahoma.
Dalam mata kuliah Business Cross Culture tersebut, total tujuh orang asal Paman Sam. Empat cewek dan tiga cowok. Ingin tahu ceritanya lebih lanjut, simak wawancara eksklusif dengan Natasha Goodell, salah satu cewek asal Oklahoma tentang culture exchange tersebut!
“Belajar budaya merupakan sesuatu yang mengasyikkan,” ungkap Tasha, panggilan akrabnya, saat diwawancarai salah satu kru WU. Beda karakter, beda bahasa, beda cara makan menjadi hal yang menarik untuk dipelajari.
Hal yang paling mengagetkan cewek jurusan jurnalis ini saat naik kendaraan umum. “Kendaraan di sini dapat melaju dengan cepat dan zig-zag,” ujarnya dalam bahasa Inggris. Di negara asalnya, cepat-cepat saja menyepi jika ada bunyi sirene. Berbeda dengan Indonesia, di Amerika ada sebuah alat khusus yang dapat mengukur kecepatan laju anda. “Pertama kali hanya diberi peringatan. Ketiga kali, akan diberi tiket (tilang di Indonesia) harus dibayar. Semakin kencang lajunya, semakin mahal,” tukasnya.
Orang Amerika sangat menghargai waktu. “Jika janjian dengan orang lain, datang sebelum waktunya ataupun pas waktunya dianggap ontime,” tutur gadis yang sedikit kaget dengan jam karet orang Indonesia. Selain itu, tiap hari tiap makan orang Indonesia selalu memakan nasi. Jika di negeri yang berpresiden Paman Sam itu, cewek ini menyantap sereal dicampur susu sebagai makan pagi, sandwich sebagai makan siang, saat malam orang tuanya memasakan sesuatu. Tasha tak terbiasa makan nasi tetapi di Indonesia dia mencoba makanan baru walau sempat sakit perut.
Datang ke Indonesia bukanlah kebetulan. Di saat liburan musim panas ini, tujuh anggota rombongan ini memilih Indonesia karena referensi teman yang telah berkunjung semester lalu. Tak segan-segan Surabaya pun langsung dipilih sebagai kota tujuan. Kini beragam tempat wisata sudah dikunjungi Tasha dan kawannya. Tugu Pahlawan, Jembatan Madura, House of Sampoerna. “Surabaya banyak mal, tetapi di Amerika satu kota hanya ada satu mal. Weekend, hang out bersama teman, bermain bowling, ataupun menginap di rumah teman hal yang lumrah,” ungkap cewek yang belajar bahasa Prancis ini.
Sebelum sampai di Indonesia, gadis yang pernah berkunjung ke Jerman ini belajar terlebih dahulu akan budaya Indonesia. Salah satu pantangan di Indonesia yang dipelajari cewek hobi menulis ini yakni jangan menggunakan tangan kiri karena dianggap tidak sopan. “Di Amerika kiri dan kanan sama saja. Jadi saya belajar memberi dengan tangan kanan. Jika salah, cepat-cepat saya mengganti tangan,” kata cewek yang ramah ini. Baginya beradapatasi itu susah karena berbeda budaya, tetapi Tasha tetap berdoa kepada Tuhan. “Meski susah tapi itu harus untuk menghargai dan menghormati,” ujarnya dengan tegas.
Ketika ditanya hal apa yang akan kamu ingat dari Indonesia saat kembali ke Oklahoma, selang beberapa berpikir waktu dia menjawab “Tentu saya ingat teman-teman dan waktu bersama mereka.”